iklan

Google

Senin, 24 Juni 2013

Kerajinan batu fosil bernilai hingga miliaran

Dana Aditiasari
Minggu,  19 Agustus 2012  −  12:00 WIB
Kerajinan batu fosil bernilai hingga miliaran
Foto: Ist
- Melimpahnya bahan baku serta didorong tingginya jumlah peminat di pasar internasional, mendorong Robby dan pengrajin lainnya di Banten untuk menekuni kerajinan berbahan dasar batu fosil.

Tak berlebihan agaknya bila ketekunan pengrajin tersebut berbuah manis dengan mendapat dukungan dari pemerintah Provinsi  setempat.

Perhitungan ekonomis pun menjadi salah satu penarik minat para pengrajin untuk tidak lagi menjual fosil kayu dalam bentuk mentah atau belum diolah. Fosil ini dulunya dijual dalam bentuk bongkahan mentah yang belum diolah dengan harga jual per kilogramnya hanya Rp20 ribu-Rp100 ribu, kini menjadi barang dengan nilai estetika yang sangat tinggi merubah harga yang bisa menyentuh ratusan juta bahkan hingga miliaran rupiah.

Berbekal dukungan pemerintah Provinsi Banten yang memberi berbagai bantuan, termasuk pelatihan kepada para pengrajin, mereka kemudian berupaya mengolah fosil kayu menjadi barang jadi berupa kerajinan tangan.

Saat ditemui Sindonews pada ajang pameran industri kreatif bertajuk "Fashion and Craft 2012" yang diselenggarakan di JCC, Senayan, Jakarta beberapa waktu lalu, Robby bercerita, bahwasannya produk kerajinan yang diproduksi dirinya beserta beberapa teman pengrajin lainnya telah diekspor hingga ke mancanegara.

"Ekspor ini sudah ke Jerman, Singapura, Korea Selatan, dan China. Namun, kebanyakan orang Korea dan China karena orang asing itu suka produk kerajinan ini karena biasanya mereka suka barang-barang yang antik dan aneh," ujar Robby kala itu.

Ketertarikan dunia internasional terhadap barang-barang kerajianan dari bahan baku fosil kayu tersebut dikarenakan, setelah diolah, maka akan tampak sebuah batu mineral serupa lapisan kaca yang indah dan cantik. "Bisa makin bening mirip batu mulia jika diolah," ungkapnya.

Fosil kayu atau yang dalam bahasa ilmiahnya biasa dikenal dengan sebutan petrified wood atau batu sempur yang merupakan bahan baku kerajinan yang digeluti Robby dan kawan-kawannya adalah hasil pengerasan senyawa mineral yang terkandung di dalam kayu.

Proses pengerasannya mirip seperti pembentukan mutiara pada kerang. Hanya saja senyawa mineral dalam kayu tersebut berlangsung selama seratus hingga jutaan tahun.

"Semua bahan organik yang awalnya terkandung, telah berganti menjadi mineral silika yang tersusun dari unsur silikon, oksigen, dan beberapa logam," sambung Robby.

Berada pada kedalaman 3-5 meter di bawah permukaan tanah, fosil kayu ini biasanya ditemukan dalam bentuk yang mirip bongkahan kayu besar, menyerupai batu berwarna coklat kehitaman. "Ada juga yang bentuknya masih utuh seperti bagian badan batang pohon," jelasnya.

Bagi pengrajin seperti Robby, bentuk luar bongkahan fosil kayu ini hanyalah lapisan luar yang tak bernilai. Nilai estetika yang bernilai ekonomis tinggi justru muncul setelah seluruh kulit kayu dikupas dan bagian dalamnya terlihat.

"Bagian yang seperti batu akik besar ini masih tertutup kulit ketika ditemukan. Kulitnya kita buka dan yang diambil bagian dalamnya. Sekarang ini yang paling dicari itu jenis akik es," terangnya sambil menunjuk salah satu produk kerajinannya.

Fosil ini umumnya ditemui di daerah pedalaman hutan, gua, dan dasar sungai yang banyak tersebar di berbagai daerah di Banten dan juga Sumatera.